BEDA ANEMIA DAN DARAH RENDAH(HIPOTENSI)

Pada umumnya masyarakat sering menganggap bahwa anemia dan tekanan darah rendah (hipotensi) adalah kondisi yang sama. Memang dari segi gejala ada kemiripan yang timbul antara anemia dengan darah rendah. Meski demikian diantara kedua kondisi ini ternyata berbeda.
Salah paham yang sering muncul dibenak masyarakat adalah ketika seseorang yang memiliki hipotensi pasti akan mengalami anemia juga. Padahal sebenarnya kedua kondisi ini tidak harus selalu saling terkait.
Pada ilmu kedokteran antara anemia dan hipotensi memiliki definisi yang berbeda, sehingga kedua penyakit ini tidak didiagnosis menjadi satu. Apa saja sebenarnya perbedaan antara anemia dengan darah rendah?

Darah Rendah
Seseorang yang memiliki tekanan darah normal adalah jika sistolik (batas atas saat jantung kerja) 120 mmHg dan diastolik (batas bawah saat jantung istirahat) 80 mmHg atau sering disebut 120/80 mmHg.
Orang dikatakan mengalami tekanan darah rendah jika tekanan sistolik <90 mmHg atau nilai tekanan diastolik <60 mmHg.
Penyebab tekanan darah rendah bisa akibat dehidrasi hingga gangguan pada sinyal otak yang mengatur tentang pemompaan darah. Tekanan darah rendah bisa menyebabkan gejala pusing hingga pingsan yang memicu kerusakan jantung, endokrin atau gangguan saraf.
Gejala  yang timbul dari hipotensi adalah tubuh merasa pusing bahkan hingga terasa ingin pingsan, kurangnya konsentrasi, penglihatan kabur, mual, tubuh merasa dingin, kulit pucat, napas pendek dan cepat kelelahan, depresi dan timbulnya rasa haus.
Meski demikian terkadang hipotensi bisa berhubungan dengan anemia, misalnya seseorang yang mengalami kekurangan gizi seperti vitamin B12dan asam folat bisa memicu terjadinya anemia. Jika terjadi anemia maka tubuh tidak bisa memproduksi sel darah merah yang cukup, sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi rendah atau menurun.

Anemia
Anemia adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki sel darah merah sehat yang cukup untuk membawa kebutuhan oksigen di tiap jaringan dan organ. Dengan kondisi yang seperti ini pada umumnya akan diawali dengan rasa mudah lelah. Dengan volume darah yang kurang juga dapat menyebabkan masalah kesehatan, karena sel darah merah mengandung homoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Biasa kita mengidentikkan anemia dengan kekurangan zat besi, padahal tidak semua anemia demikian.
Bila kondisi ini tidak tertangani dengan baik, maka dapat menyebabkan komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ-organ tubuh yang tidak mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi yang cukup.
Gejala yang timbul umumnya bervariasi, biasanya termasuk kelelahan, pucat, detak jantung yang cepat dan tidak teratur, sesak napas, nyeri dada, pusing, gangguan kognitif, tangan dan kaki yang dingin serta sakit kepala.  Biasanya pada anemia ringan sering terjadi tanpa disadari, sementara gejalanya semakin lama akan meningkat dan memperburuk kondisi.

Menurut Dr.Cosphiadi Irawan,Sp.PD,KHOM setidaknya ada 5 jenis anemia yang dikenal dalam ilmu kedokteran.
Pertama adalah anemia kekurangan zat besi atau B12 disebut anemia defisiensi.
Kedua anemia aplastik, yaitu ketika pabrik darah di tubuh kita tidak berfungsi.
Selanjutnya ada anemia hemolotik, yaitu anemia yang terjadi karena umur sel darah merah yang lebih pendek.
Selain itu ada anemia yang ditemukan pada pasien penyakit kronik, dimana zat besi cukup tapi tidak bisa dipakai. Anemia ini biasanya ditemukan pada pasien TBC.
Dan terakhir, ada anemia perdarahan.

Dari semua anemia tersebut yang paling mendominasi memang anemia defisiensi. Tapi anemia tidak selalu berarti defisiensi. Untuk masuk kategori defisiensi, WHO memberi batasan jumlah hemoglobin pada laki-laki sebesar 13 g/dL, sedangkan wanita 12 g/dL.

Setiap manusia punya cadangan zat besi didalam tubuh. Sebelum terjadi anemia, cadangan ini dipakai dulu. Jika habis, maka sel darah merah akan mulai mengecil dan timbul gejala anemia.
Kebutuhan zat besi ini terutama meningkat pada wanita usia subur, ibu hamil, dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kelompok rentan anemia ini biasanya harus mengonsumsi tambahan suplemen.
Tanpa disadari, wanita usia subur yang merasa dirinya sehat bisa saja tidak memiliki cadangan besi yang cukup di tubuhnya. Begitu haid, darah sebanyak 50mg atau lebih akan terbuang. Belum lagi kalau ada mioma uteri dan endometriosis, cadangan darahnya akan semakin terbuang. Mau tak mau ia harus meningkatkan zat besi sedemikian rupa sesuai jumlah kehilangan. Kalau makanan tidak mencukupi, maka harus ditambah obat.

Begitu pula dengan ibu yang sedang mengandung, ibu yang memulai kehamilan dengan jumlah hemoglobin dibawah normal biasanya sulit mengejar ketinggalan walau sudah diberi suplemen. Sudah mual dan muntah, lalu diberi zat besi, semakin parahlah mual dan muntahnya. Padahal, bayi butuh besi lebih banyak dari yang seharusnya untuk imunitas, pembentukan organ, dan produksi hormon tubuh.
Jika janin kekurangan asupan besi, akibatnya fatal sekali, seperti peningkatan resiko infeksi, berat bayi lahir yang rendah, perdarahan, depresi pasca-melahirkan, dan kemampuan intelektual janin yang berkurang.
Itulah sebabnya pada ibu hamil, anemia defisiensi merupakan problem yang sangat serius, sebab dia harus mentransfer zat besi sebesar 600 mg kepada janinnya.

Kendati demikian Dr.Cosphiadi mengingatkan agar kita teliti dalam memilih suplemen. Suplemen berlapis gula disertai multivitamin sebenarnya tidak tepat. Dalam 250 gram tablet gula, hanya 10 % dari 60 gram besi yang diserap tubuh, karena diambil oleh usus dan proses pencernaan lain. Penyerapan besi terbaik ada di usus kecil. Tablet yang isinya macam-macam akan sulit dicerna.
Besi sensitif sekali, harus dikonsumsi sebelum makan atau 2 jam sesudah makan saat perut kosong. Kalau zat besi terkena teh, kopi, kacang-kacangan, susu dan obat-obat antasida, maka akan terikat dan tidak diserap oleh tubuh.

Karena itu tidak setiap kondisi anemia harus minum suplemen.  Kalau tubuh tidak respon, nanti malah menambah racun dalam tubuh. Ingat zat besi adalah radikal bebas yang bisa menimbulkan kerusakan dan mengendap di jaringan.

Mengapa demikian? Tidak semua orang bisa mentoleransi besi. Pada kondisi tertentu,besi harus masuk ke tubuh dengan cara lain, misalnya lewat infus. Tentu penyebabnyaharus dicari tahu. Dengan demikian sumber kehilangan besi diatasi dan besi yang masuk bisa menggantikan yang hilang.
Boleh saja mengonsumsi suplemen zat besi selama memang ada indikasi anemia. Namun asupan besi yang berlebihan juga tidak baik untuk kesehatan.

Menurut Dr.Johanes, makanan yang efektif untuk penderita anemia adalah makanan yang banyak mengandung zat besi yang mudah diserap oleh tubuh,seperti daging merah (kambing dan sapi) serta hati ayam. Sayuran seperti bayam dan sayuran hijau lain juga mengandung zat besi, namun dalam bentuk yang lebih sulit diserap oleh tubuh. Karena itu untuk memperbaiki penyerapan zat besi dari sayuran, dianjurkan makan tablet vitamin C dosis rendah, yakni 50 - 100 mg, setiap selesai makan sayuran..
Kandungan besi protein hewani masih jauh lebih banyak ketimbang protein nabati, seperti pada ikan laut dan kerang.
Jika anda sudah mengonsumsi makanan dan suplemen tersebut namun anemia tetap berulang, segeralah berkonsultasi langsung dengan dokter.